Oleh : Syauqy* Namaku Syauqy. Aku bekerja sebagai karyawan di sebuah cafe di kota Yogyakarta. Baru 6 bulan aku  bekerja di sana, dan ba...

Sebuah C(d)erita

/
0 Comments
Oleh : Syauqy*

Namaku Syauqy. Aku bekerja sebagai karyawan di sebuah cafe di kota Yogyakarta. Baru 6 bulan aku  bekerja di sana, dan baru 7 bulan pindah dari kampung halamanku, yaitu kota Lamongan. Aku tidak punya banyak teman di sini. Hanya pegawai cafe yg menjadi temanku di kota ini. Ditambah beberapa teman les Bahasa inggrisku. Aku tidak tahu kenapa aku tertarik untuk menulis cerita ini. Mungkin karena aku lelah memendamnya sendiri. Mungkin juga karena aku kurang kerjaan di sini. Atau mungkin aku memang ingin menyatakan kalau orang sepertiku tidak pernah sendiri.

Sama seperti kalian, aku punya keluarga. Aku punya Bapak, Ibu, Saudara, aku punya mereka semua. Namun keluargaku yg sekarang tidak seperti keluargaku yg dahulu. Keluargaku sekarang adalah keluarga yg baru di mana aku masih belajar untuk benar-benar mencintai mereka. Lantas apa yg terjadi dengan keluargaku yg dulu..?? Inilah yg akan aku ceritakan kepada kalian. Sebuah kisah tentang keluargaku yg penuh dengan c(d)erita.

Desember 2003, aku masih kelas 5 SD waktu itu. Aku sering melihat kedua orang tua kandungku bertengkar dalam rumah. Pada saat itu aku masih belum mengerti apa yg membuat mereka sering bertengkar. Setiap pertengkaran pasti di akhiri dengan tangisan di wajah ibuku. Aku yang masih kecil hanya bisa memeluk ibuku agar tangisnya mereda. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi hampir setiap hari dirumah. Sampai pada akhirnya peristiwa itu terjadi. Di penghujung bulan Desember Bapak pergi dari rumah meninggalkan kami. Tanpa sebab yg pasti, tanpa kabar, dan tak bisa di hubungi. Dia pergi begitu saja meningalkan kami. Seolah olah dia tidak akan pernah kembali lagi. Ibu sampai harus banting tulang untuk menafkahi anak-anaknya. Mulai dari menjahit sampai jualan jajanan pasar di sekolahan. Yaa itulah Ibuku, perempuan paling luar biasa dalam hidupku.

April 2004, setelah beberapa bulan kami di tinggalkan bapak, tiba-tiba ada kabar kalau bapak sudah pulang. Namun dia tidak pulang ke rumah kami, melainkan pulang ke rumah Pakdhe. Salah satu keluargaku meminta ibuku untuk menemui Bapak. Pada awalnya ibu tidak mau untuk menemuinya. Mungkin karena sudah terlanjur sakit hati yang teramat sangat jadi beliau tidak mau menemuinya. Namun ibu bukanlah orang yg hanya mementingkan egonya saja. Beliau masih memikirkan anak-anaknya. Beliau sadar bahwa anak-anaknya masih membutuhkan sosok bapak dalam kehidupan mereka.

Dengan berat hati ibu pun akhirnya menemui bapak. Di rumah Pakdhe kembali aku melihat mereka bertengkar. Aku mulai mengerti kenapa mereka bertengkar. Bapak sampai memukul kaca meja hingga pecah. Ibu hanya menangis sambil bersandar pada tembok. Aku benar-benar kasihan dengan Ibu. Padahal Ibu yg menggantikan tugas bapak ketika Bapak meninggalkan kami. Namun kenapa Ibu tidak pernah benar di mata Bapak. Sampai akhirnya pertengkaran itu selesai dan hasilnya adalah kami sekeluarga harus pindah ke kampung halaman Bapak.

Januari 2006, saat itu aku sudah kelas 2 SMP. Hampir setiap malam aku bermain dengan teman-temanku. Aku sering sekali pulang larut malam. Namun malam itu aku tidak punya keinginan untuk bermain di luar. Aku lebih memilih menonton tv sampai larut malam. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, aku mendengar kedua orang tua ku kembali bertengkar di dalam kamar. Tak lama setelah mereka mulai bertengkar, Ibu keluar kamar dan keluar rumah, di ikuti Bapak di belakang nya sambil membawa parang. Waktu itu, aku melihat hal yg mengerikan terjadi. Bapak sudah berniat ingin menggorok leher ibuku. Aku hanya bisa diam tanpa berbuat apa-apa. Sampai akhirnya Mbak menangis ketakutan melihat hal tersebut. Seandainya Mbak tidak menangis waktu itu mungkin Bapak sudah benar-benar menebas leher Ibuku.

Akhirnya Ibu memilih untuk pulang kekampung halamannya. Dengan menggendong adikku beliau di antar oleh Mas. Sejak saat itu aku mulai berpikir, apakah ini benar-benar keluargaku? Jika ini yang namanya keluarga, kenapa Bapak setega ini melakukan hal tersebut kepada Ibu? Sebuah pertanyaan yang hingga saat ini pun belum terjawab. Aku sadar banyak sekali keretakan dalam keluargaku dan aku hanya bisa diam waktu itu.

Agustus 2007, kami pindah kembali ke rumah kami yg lama. Aku jarang sekali melihat mereka bertengkar. Namun, aku masih sering melihat wajah Ibuku yg tertekan seperti mendapat banyak masalah, yang aku sendiri pun tidak tahu itu apa.  Keadaan semakin memburuk dengan Bapak mulai jarang pulang. Kadang 2 hari sekali baru pulang. Kadang juga 4 hari sekali baru pulang. Semakin hari ibu semakin tertekan. Hal ini mungkin karena banyak tamu yg datang ke rumah untuk mencari bapak. Sehingga ibu kerepotan menghadapi mereka. Karena bapak tidak pernah di rumah ketika tamu-tamu itu datang.

Hampir setiap pekan rumah kami selalu kedatangan tamu, mereka mencari Bapak. Sebagian ada yg memasang wajah menakutkan. Sebagian lagi ada yg masih sedikit sopan. Aku tidak tahu ada urusan apa mereka mencari bapak. Setelah tamu-tamu itu pulang aku selalu melihat ibuku mengelus dada dan menahan air matanya. Di dalam benakku, aku selalu bertanya-tanya, apa yg sebenarnya terjadi dengan keluargaku. Kenapa ibu selalu sedih dan tertekan? Kenapa Bapak jarang pulang? Dan, apa yg sudah di perbuat Bapak hingga dia selalu di cari orang?

Maret 2008, hari itu adalah hari paling suram dalam hidupku dan keluargaku. Semua masih jelas terekam dalam memoriku. Aku masih ingat betul bagaimana ibu membangunkan aku di waktu shubuh. Beliau menyuruh ku untuk sholat dan mengaji di masjid. Namun siapa sangka, perintahnya itu adalah perintah terakhir dari beliau untukku. Waktu itu ibu ku hamil sekitar 7 bulan. Aku dan saudara-saudaraku tahu kalau ibu sedang tidak enak badan. Saat itu pukul 06.00 pagi, mbak membangunkan beliau. Lalu kami melihat hal yang benar-benar tidak terduga terjadi. Ibu tidak sadarkan diri. Beliau tidak mau bangun. Dari mulut beliau keluar busa. Mbak berteriak-teriak histeris sampai satu persatu tetangga datang dan ibu langsung di bawa ke rumah sakit. Aku hanya bisa menangis tak berdaya melihat beliau yg seperti itu. Kenapa ibuku harus mengalami hal seperti itu? Aku hanya menangis dan tidak mempedulikan orang-orang yang sibuk berlalu lalang di depanku. Aku hanya menangis, menangis sejadi jadinya. Aku tak sanggup melihat beliau yg sedang hamil tua mengalami hal yg mengerikan seperti itu.

Aku menunggu kabar di rumah. Aku tidak ikut ke rumah sakit. Aku hanya di rumah berharap semuanya baik-baik saja. Sampai akhirnya ada nenek-nenek masuk rumah sambil menangis. Beliau berbicara kepadaku “ ibu mu wes ra ono naaak’’. Bagai disambar petir aku mendengarnya. Yah, ibu meninggal, bersama bayi di kandungannya. Ibu meninggal bersama calon adikku yg sudah lama kami nanti kan kelahirannya. Ibu meninggal. Dan ironisnya bapak ku tidak di rumah waktu itu. Sudah 3 hari dia tidak pulang. Ketika pulang istrinya sudah tiada.

Satu hal yang baik ketika ibuku meninggal adalah beliau tidak lagi merasakan sakit hati karena Bapak. Tapi kadang aku juga merasa menyesal. Kenapa bukan Bapak yang selalu melukai Ibu saja yg meninggal? Kenapa harus Ibu? Aku kasihan dengan adikku yg masih kecil. Dia harus kehilangan ibunya di saat dia benar-benar masih membutuhkan kasih sayang seorang Ibu. Bahkan aku belum sempat mencium tangan beliau untuk yang terakhir, untuk mendapatkan doa agar di beri kelancaran dalam menghadapi UAN. Aku mencintaimu ibu, maafkan aku.

3 bulan setelah kematian ibu, Bapak menikah lagi. Walaupun aku dan saudaraku mengisyaratkan ketidaksetujuan, namun Bapak tetap ngotot ingin menikah lagi. Pada akhirnya beliau tetap menikah meski kami anak-anaknya tidak menyetujuinya. Mungkin karena tidak mendapat restu dari anak-anaknya, pernikahan tersebut hanya bertahan 2 tahun saja. Mereka bercerai dan kondisi keluarga kami justru bertambah buruk. Hubungan Bapak dengan Mas semakin renggang. Ditambah Mbak sudah tidak lagi di rumah karena ikut suaminya ke Kalimantan. Adik ku juga masih kecil. Keluarga kami tidak bertambah baik setiap hari, malah sebaliknya.

Januari 2011, akhirnya puncak kekacauan pun kembali terjadi. Bapak meninggalkan kami lagi. Situasi semakin kacau. Aku harus keluar dari pondok karena tidak bisa membayar. Bahkan sekolahku juga hampir saja tidak aku lanjutkan. Namun pada akhirnya, aku bisa sekolah lagi berkat suami mbak ku yg berbaik hati untuk membiayai sekolahku. Dan sedikit-sedikit mas ku juga ikut membantu. Sampai aku lulus sekolah, aku pun ingin lamgsung bekerja saja. Walaupun pada awalnya aku ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun, aku harus mengurungkan niatku karena aku tak mau lagi menjadi beban bagi saudara-saudaraku.

Pada awalnya aku bekerja di pabrik kayu, lokasinya di kota Gresik. Namun aku hanya bertahan 2 tahun saja karena aku di PHK. Lalu aku bekerja sebagai penjaga warung kopi di surabaya. Cukup lama aku kerja di sana. Sekitar 3 tahun 4 bulan. Selama itu, aku merasa sudah tidak punya orang tua lagi. Selama itu aku hidup hanya untuk diriku sendiri. Yang ada di pikiranku saat itu hanyalah senang-senang saja. Aku tidak punya yg namanya simpanan. Uangku habis hanya untuk senang-senang. Aku tidak punya tujuan, apalagi cita-cita. Aku seperti kehilangan akal sehat waktu itu. Namun itulah wujud frustasiku yg tak lagi memiliki keluarga.

Agustus 2015, tiba-tiba aku mendapat kabar tentang keberadaan Bapak. Waktu itu Mas sendiri yg bilang dimana dia berada. Jujur, aku bingung apa yg harus aku lakukan. Sampai akhirnya aku teringat nasehat dari guruku yg sekaligus teman Bapak. “Nak, yaopo-yaopo kui tetep bapakmu, getihne ngalir ning awakmu. Daging e nempel ning awakmu” (Nak, mau bagaimanapun beliau tetap Bapak kamu. Darahnya mengalir dalam tubuhmu dan dagingnya menempel di tubuhmu juga). Lalu, aku pun memutuskan untuk menemuinya. Tapi tidak sekarang, aku butuh waktu untuk mempersiapkan diri. Termasuk menghubungi dia sebelum kami benar-benar bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Itu yg aku pikirkan waktu itu.

30 desember 2015, aku dan teman-temanku mengadakan touring bersama untuk merayakan tahun baru di Yogyakarta. Kami berangkat sehari sebelumnya. Aku sudah bilang kepada mereka kalau tujuan utamaku bukan tahun baru, melainkan urusan keluarga. Dan aku bersyukur mereka benar-benar memahami masalahku. Sore itu aku sudah sampai di tempat yang di janjikan. Sebelum berangkat aku memberi kabar kepada Bapak kalau aku akan pergi ke Jawa Tengah. Kami pun sepakat untuk bertemu di dekat Candi Mendut. Aku hanya menunggu sekitar 10 menit. Lalu bapak pun datang. Dia memelukku sambil menangis. Dan di belakangnya ada ibu-ibu, yg ternyata adalah istrinya Bapak. Ibu tiriku. Jadi Bapak sudah menikah lagi.

Aku pun diajak kerumah. Di dalam rumah aku benar-benar menahan emosi ku yang sudah bergejolak. Bapak bercerita panjang lebar dan meminta maaf untuk semua yang sudah terjadi. Ibu tiriku pun memintaku untuk memaafkan Bapak. Ibu tiriku sungguh baik. Aku bersyukur karena Ibu tiriku mau menerima aku dan saudara-saudaraku. Terutama adikku. Aku benar-benar bersyukur karena dia tidak membeda bedakan kami. Pada awalnya sangat sulit bagiku untuk memaafkan. Namun, aku berpikir, kenapa aku sulit memaafkan padahal Allah yg Maha Kuasa itu selalu memaafkan hambanya yang mau bertaubat. Bapak sudah berupaya memberikan yang terbaik selama masih bersama kami. Tapi, kami masih belum memberikan yg terbaik untuk Bapak. Aku belajar untuk ikhlas dan memaafkan segala kesalahan Bapak kepadaku dan saudara-saudaraku. Karena, jika yang terjadi adalah sebaliknya, Bapak pasti ikhlas memaafkan setiap kesalahan anak-anaknya.

Sekarang akupun tinggal bersama mereka, keluarga tiriku. Aku kerja di Jogja dan mereka tinggal di Magelang. Seminggu atau dua minggu sekali aku pulang untuk menengok mereka. Walaupun bukan keluarga kandungku, tapi keluarga tetaplah keluarga. Dan aku cukup senang karena aku telah memiliki keluarga lagi walaupun tidak seperti keluarga kandungku yg dulu.

Itu lah ceritaku. Mungkin bukan cerita yg menarik. Mungkin juga bukan cerita yg bagus. Tapi aku cukup lega karena sudah bisa menceritakannya kepada kalian. Setidaknya, aku tidak lagi menyimpannya untuk diriku sendiri. Setidaknya aku membaginya bersama kalian. Aku mengalami itu semua mungkin agar aku dipertemukan dengan kalian semua khususnya keluarga HAMUR.

Percayalah, kadang hal paling buruk itu harus terjadi agar semuanya bisa lebih baik lagi. Karena apa yang kita inginkan, itu tidak selamanya apa yg kita butuhkan. Aku menginginkan keluarga yg harmonis seperti kebanyakan orang. Tapi pada kenyatannya itu tidak terjadi. Justru aku bersyukur karena aku dari keluarga seperti itu. Karena semua kejadian yg aku alami benar-benar membantu ku untuk menjadi lebih dewasa di usia yg masih muda. Aku pernah di tinggalkan, tapi aku tidak pernah ingin meninggalkan. Itulah janjiku pada diri ku sendiri ketika aku berkeluarga nanti.


“Bersabarlah, karena hal baik akan datang untuk mereka yg mau menunggu dan  berusaha sekaligus berdo'a”



You may also like

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Pencarian

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Most Trending

Popular Posts